Seruan Untuk Para Aktifis

penulis : Bung Youngki 




Terkesan buruk akhir-akhir ini para aktifis tidak lagi memperjuangkan hal-hal yang benar, sangat di sayangkan ketika para aktifis pun hari ini hanya mampu berargumen dengan landasan kepentingan. Dilema dengan keadaan, terjebak dengan suatu problem. Akhirnya memicu polusi baru bukan solusi baru. Idealisme mereka ibaratnya seperti kopi tanpa gula, artinya idealisme tanpa uang bagi mereka bukan aktifis moderen, berbeda dengan para aktifis # thn 1980-an, yang mana dahulukala perjuangan mereka jelas, tidak seperti sekarang perjuangnya lemas. lantas apalagi yang kita jagokan ataupun yang kita banggakan dari para aktifis kita hari ini yang perjuangannya mati suri. 

Gejolak problematika tidak dapat terselesaikan, tuntutan aspirasi sudah tidak lagi di suarakan. Bahkan ekstrimnya banyak yang telah memilih langkah untuk berjuang membela golongannya, di bandingkan berjuang membela kebenaran dalam kehidupan bersama. Rakyat semakin tertekan dengan adanya polemik ploitik, sosial, ekonomi, pendidikan dan budaya. Berbagai aspek kehidupan ini telah di dominasi oleh kepentingan kaum elit sehingganya memicu adanya diskriminasi atau pemetaan antatara golonagan satu dengan yang lain, padahal ini tidak sesuai dengan cita – cita luhur bangsa indonesia. 

Fakta kehidupan hari ini tidak lagi bersandar pada dasar negara yang di anut yakni pancasila, karena kemunafikan dan keserakahan yang menjalar pada setiap aspek menggambarkan dengan jelas bahwa kehidupan indonesia yang harmonis dan toleran akan keragaman seakan – akan di cengkram dengan adanya cultur olirgaki dan kapitalis. Tidak di punkiri ketika banyak yang ingin memisahkan diri dari indonesia karena kasus demikian. Semisalnya OPM, RMS,dan GAM. Pertanyaan yang mendasar adalah ada apa dengan negri ini,?. Ini bukan sebuah kebetulan, namun hal ini telah menjadi kasus yang membutuhkan keprihatinan semua golongan, terutama bagi kaum aktifis yang katanya idealisnya dipertaruhkan demi negri ini, tetapi akan menjadi lucu ketika kaum aktifis hari ini hanya bisa berdiam diri. Terbelenggu dan terjebak dalam zona kenyamanan. 

Di dalam pendidikan, media, dan wadah – wadah perkempulan yang di bentuk, mereka memainkan peran. rakyat di ceramai, tetapi di balik layar tak sesuai dengan harapan. Ide dan gagasan yang dirintis hanya membela kaum atau golonganya masing – masing. Semisalnya agama kristen membela kekirstenannya dan agama islam membela keislamannya, begitupun yang lainnya. Jikalau demikian sampai kapankah kepentingan bersama di perjuangkan,?. Lantas tekad kita untuk bersumpah dan berikrar untuk menjadi satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah yakni Indonesia, apakah ini hanya sebuah simbolik belaka,?. Atau seperti apa,?. Pertanyaan – pertanyaan ini menjadi sebuah bahan refresing untuk kita semua, karena bagaimanapun para leluluhur kita telah berjuang merebut kemerdekaan, dan merintis kerangka negara ini didalam semangat nasionalisme. Kemudian di bekuhkan uintuk menjadi satu – kesatuan norma berlandaskan moral yang terdapat dalam pancasila yang menjadi dasar negara, agar kita menjadi bangsa yang humanis, bukan bangsa yang pragmatis. 

Mengutip kata sang proklamator yakni soekarno beliau mengatakan bahwa, “ nak pancasila kami bentuk dengan darah dan air mata, agar supaya kalian jangan berkelahi”. Pesan moral dari beliau ini setidaknya mengarahkan kita untuk tidak boleh menyerang atau mencelakakan sesama saudara kita. Beliau mengajak kita untuk hidup rukun dan damai. Lantas ketika berkaca kembali pada konteks kehidupan hari ini sudakah kita sadari dan jalani sesuai pesan – pesan moral yang telah di sampaikan oleh para leluhur kita,?. Ingat bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Bukan bangsa yang mencelakai sesama saudaranya. Menjadi aktifis bukan semudah yang kita pikirkan, tetapi menjadi aktifis harus mampu memikul beban moral bangsa dan mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat, tugas yang mulia adalah ketika kita mampu mengaktualisasikan apa yang kita miliki sesuai dengan kompentensi diri kita. 

Kualitas dan kapabilitas yang mapan adalah bukan menjadi senjata untuk menyerang kembali sesama saudara kita. Tetapi itu menjadi modal amunisi yang kuat demi membangun pergerakan yang mengarah pada tatanan kesatuan NKRI dan demi mewujudkan kemajuan dan kesejatrahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Oleh sebab itu menjadi aktifis harus mampu peka terhadap setiap rangsangan dan problematika bangsa, dan harus mampu menjaga ekstitensi jati diri bangsa, dan kemudian mangaktualisasikannya sesuai dengan moral dan aturan yang berlandaskan dasar negara yakni pancasila. Juga harus mampu menjadi benteng dan atau garda yang mampu melindungi segenap tatanan dari setiap serangan manufer – manufer asing sperti kapitalis dan neolibelaris. 


EmoticonEmoticon